Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Zakat: pengertian, dasar hukum, syarat-syarat dan tujuannya

zakat serta penjelasannya
Canva

 

Pengertian zakat

Zakat menurut bahasa adalah masdar dari kata, “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih, ataupun baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik. Menurut lisan al-Arab arti zaka  adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji, semuanya digunakan di dalam al-Qur’an dan hadist. Adapun secara terminalogis, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Orang-orang berhak yang dimaksud adalah golongan penerima zakat yang telah ditetapkan.

Zakat dalam Islam merupakan salah-satu dari rukum Islam. Hukumnya wajib bagi semua muslim, dengan kata lain wajib ‘ain. Perbedaan paling mencolok zakat dengan hukum Islam yang lain adalah zakat lebih bercorak sosial. Zakat lebih terlihat sebagai sebuah upaya kemanansiaan, dengan kata lain lebih terlihat seperti bentuk kepedulian sosial ketimbang ibadah. Meskipun begitu, zakat tetaplah salah-satu ibadah wajib dalam Islam yang mesti dilaksanakan. Salah-satu contoh zakat yang paling banyak dikenal adalah zakat fitrah. Zakat yang dikeluarkan umat muslim setiap kali menjelang hari raya Idul Fitri.

Dasar hukum zakat

            Zakat dalam Islam dapat dikategorikan sebagai sedekah. Artinya, dalam Islam dikenal dua jenis sedekah. Pertama, sedekah sunnah misalnya infak. Sedekah jenis ini tidak bersifat memaksa dan dilakukan secara sukarela oleh pelakunya dengan mengharap ridha dari Allah Swt. Kedua, sedekah wajib misalnya zakat. Sedekah ini lebih bersifat memaksa dan wajib bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai muzakki. Juga wajib bagi harta yang memenuhi syarat tertentu.

Di dalam al-Quran, banyak dijumpai ayat yang merujuk zakat dengan kata sedekah. Ayat-ayat tersebut misalnya at-Taubah ayat 103, 58, dan 60. Allah Swt berfirman dalam surah at-Taubah ayat 103 yang berbunyi:

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ 

Artinya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Zakat dirujuk menggunakan kata sedekah sebanyak 12 kali dalam al-Quran. Kesemuanya berada dalam surah madaniyah. Hal ini dikarenakan istilah sedekah mulai digunakan pada periode Madinah, sedangkan istilah zakat pada periode Mekkah. Adapun kata zakat sendiri disebutkan sebanyak 32 kali. Dari 32 kata zakat itu, 27 diantaranya bergandengan dengan kata shalat, diantaranya dalam surat al-Baqarah ayat 43. Ayat lain yang menyebutkan kata zakat bergandengan dengan kata shalat misalnya al-Baqarah ayat 110 dan an-Nur ayat 56. Adapun untuk penerima zakat atau mustahik zakat disebutkan dalam surah at-Taubah ayat 60.

Adapun hadits tentang zakat diriwayat oleh Bukhari dan Muslim. Hadits tersebut memiliki arti, “Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan ramadhan” (HR Bukhari Muslim). Hadits lainnya diriwayatkan oleh Ahmad yang artinya, “Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan zakatnya akan dibakar dalam neraka jahnnam baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke lambung dan dahinya. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim.

Selain berdasarkan kedua hadits tersebut, kewajiban membayar zakat juga terlihat dari ijma para sahabat. Khalifah Abu Bakar, pada awal pemerintahannya dihadapkan dengan satu masalah besar yaitu munculnya golongan yang enggan membayar zakat, sedangkan mereka sendiri mengaku Islam. Berdasarkan ijtihadnya yang didukung sahabat-sahabat lain, maka tanpa ragu beliau mengambil tindakan tegas yaitu memerangi golongan pembangkang tersebut. Beliau menganggap bahwa siapapun yang tidak membayar zakat berarti musuh Allah Swt dan pantas untuk diperangi.

Syarat harta zakat dan wajib zakat

Tidak semua harta wajib dibayarkan zakatnya. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya memiliki beberapa persyaratan. Artinya, jika tidak memenuhi syarat-syarat sebagai objek zakat, harta tersebut tidak diwajibkan dikeluarkan zakatnya. Adapun syarat-syarat harta yang terkena wajib zakat antara lain:

  1. Milik penuh, artinya bukan milik orang lain atau tidak mengandung hak milik orang lain. Misalnya harta dari mengutang yang belum dibayar, merampok, mencuri, dan lainnya.
  2. Berkembang, artinya barang yang jika dikelola dengan baik akan bertambah baik nilai maupun kuantitasnya. Misalnya, uang tunai dan emas. Harta yang tidak berkembang misalnya piutang yang kecil kemungkinan tertagih, barang yang hilang dan kecil kemungkinan ditemukan, tanah kosong yang tidak ditanami atau digunakan untuk keperluan lain.
  3. Sampai nisab atau batas minimal harta yang dimiliki. Secara umum, nisab uang atau emas adalah 85 gram. Sedangkan untuk nisab lainnya akan berbeda-beda untuk setiap jenis zakat. Misal zakat pertanian berdasarkan ukuran berat dan zakat ternak berdasarkan jumlah hewan.
  4. Cukup haul atau waktu kepemilikan. Umumnya, jangka waktu haul yaitu setahun. Namun, pada jenis zakat tertentu misalnya pertanian dan peternakan yang memiliki siklus produksi sendiri, haul-nya akan berbeda. Misalnya zakat pertanian memiliki haul yaitu setiap kali panen.
  5. Lebih dari kebutuhan pokok. Artinya, harta yang terkena wajib zakat hanyalah harta yang telah dikeluarkan kebutuhan pokoknya. Syarat ini terkait dengan syarat kedua, yaitu karena pada prinsipnya zakat hanya ditujukan bagi harta berkembang.
  6. Tidak dikenakan zakat berulang. Misalnya, harta yang dikenakan zakat tidak boleh dikenakan zakat berganda (double counting), yaitu harta tersebut dikenakan zakat pada suatu bentuk kemudian ketika berubah bentuk ia dikenakan zakat lagi dan seterusnya. Sebagai contoh, zakat hasil pertanian yang telah dikenakan zakat pertanian lantas dijual. Setelah itu, hasil penjualannya kembali dikenakan zakat penghasilan.

            Adapun terkait wajib zakat adalah seorang muslim dewasa yang waras, merdeka, dan hartanya memenuhi syarat harta wajib zakat. Artinya, seorang kafir ataupun hamba sahaya tidak wajib membayar zakat. Penyebabnya adalah karena pembeda antara orang kafir dan muslim adalah zakat. Singkatnya, zakat adalah pembatas atau pembeda antara orang kafir dan muslim. Lebih jauh, seorang hamba sahaya juga tidak wajib membayar zakat karena tidak memiliki apa-apa untuk dizakati, bahkan dia sendiri pun tak memiliki kemerdekaan atau dirinya sendiri.

Prinsip dan tujuan Zakat

Pada proses pelaksanaannya, zakat harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu. Pertama, prinsip keadilan yang tercermin dari kewajiban membayar zakat yang sama, memperhatikan kondisi pembayar, dan memperhatikan syarat-syarat zakat. Kedua, prinsip kepastian yang tercermin dari tak berubahnya ketentuan zakat sejak diwajibkan ribuan tahun yang lalu sampai sekarang. Tak ada tarif pajak di dunia ini yang memiliki kepastian dan konsistensi aturan seperti zakat. Ketiga, prinsip ekonomis yang tercermin dari mudahnya zakat dikumpulkan maupun diorganisir.

Adapun terkait tujuan zakat dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk pribadi dan masyarakat. Bagi kehidupan pribadi, zakat memiliki tujuan untuk mensucikan hati dari sifat kikir, bentuk rasa syukur kepada Allah Swt atas rezekinya, sebagai obat hati bagi penyakit terlalu mencintai dunia, mensucikan harta, dan mengembangkan harta. Sedangkan untuk kehdupan masyarakat, tujuan zakat yaitu sebagai asuransi sosial masyarakat, mempercepat peredaran uang, menegakkan jiwa umat, memelihara fitrah dasar manusia, dan menyelesaikan masalah curamnya perbedaan, meminta-minta, rusaknya persaudaraan, dan bencana.

 

Posting Komentar untuk "Zakat: pengertian, dasar hukum, syarat-syarat dan tujuannya"