Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tidak seterkenal peribahasa Melayu, inilah peribahasa penuh makna dari bahasa Duri, Enrekang!

 

buku di rak yang gelap bercahaya pelita
Canva

Peribahasa adalah suatu bentuk kebahasaan yang biasa digunakan sebagai perangkat dalam suatu hal untuk mengungkapkan apa yang terlintas pada alam pemikiran manusia (Desi Andrea dkk, 2023). Peribahasa dapat memiliki makna yang begitu mendalam sekaligus tersirat. Memberikan gambaran yang unik tentang keadaan ruang dan waktu tempat peribahasa tersebut berkembang dan banyak dibacakan atau diwariskan dari generasi ke generasi.Ada banyak sekali penelitian yang dilakukan terhadap peribahasa dari berbagai bahasa daerah di Indonesia. Contoh diantaranya yaitu penelitian Oktavianus (2008) yang meneliti peribahasa Minangkabau serta Untoro (2009) yang meneliti peribahasa dari Minangkabau, Jawa dan Madura. Penelitian-penelitian ini menunjukkan betapa kayanya Indonesia akan bahasa atau peribahasa.

Meskipun tidak seterkenal peribahasa Melayu maupun Jawa, bahasa Duri (Enrekang) juga memiliki beberapa peribahasa yang memiliki makna yang sangat mendalam. Peribahasa ini selalu menjadi bagian dari keunikan bahasa Duri (mirip bahasa Toraja) yang digunakan suku asli Duri (suku yang berasal dari kabupaten Enrekang provinsi Sulawesi Selatan, berbatasan langsung dengan kabupaten Tana Toraja). Berikut beberapa peribahasa dari bahasa Duri, Enrekang yang mungkin belum pernah kalian dengar.

Kakbimakuttu daripada bakke tangnga’

Peribahasa ini jika diterjemahkan berarti lebih baik jadi orang malas daripada jadi orang yang setengah-setengah dalam melakukan sesuatu. Masyarakat suku Duri percaya bahwa orang malas lebih baik daripada orang yang melakukan sesuatu secara setengah-setengah. Misalnya, jika seseorang yang malas maka dia tidak akan memulai membuat kendang ayam. Namun, orang yang setengah hati cenderung telah membeli peralatan dan bahan ketika ingin membuat kendang ayam. Setelah kandang ayamnya setengah jadi, dia lantas berhenti membuatnya karena dari awal setengah hati dalam memulainya. Maka, terlihat bahwa orang yang setengah hati dalam bekerja dapat menyebabkan kerugian finansial dan tenaga namun tak menghasilkan apapun. Berbeda dengan orang malas yang dari awal tidak memulai melakukan sesuatu, meskipun tidak menghasilkan apapun, orang malas tidak membuat kerugian yang signifikan.

Kakassinganna kagajatan, pole nasan lako batang kale

Terjemahannya adalah kebaikan dan keburukan akan kembali pada orang yang melakukannya. Peribahasa ini memiliki makna bahwa setiap kebaikan akan kembali dalam bentuk kebaikan kepada orang yang melakukannya. Sama halnya dengan keburukan yang akan kembali kepada pelakunya dalam bentuk keburukan pula. Peribahasa suku Duri ini memberikan gambaran yang jelas tentang hukum karma yang akan selalu berlaku bagi manusia selamanya. Maka dari itu, masyarakat tana Duri selalu mengajarkan penerus mereka agar selalu berbuat kebaikan di manapun berada, karena kebaikan akan mendatangkan kebaikan dan keburukan akan mendatangkan keburukan pula.

Anggimaningo-ningo asu’

Jika diterjemahkan, anggi maningo-ningo asu’ berarti jangan bercanda seperti bercandanya seekor anjing. Seperti yang sering terjadi, anjing ketika bercanda atau bermain dengan anjing lainnya dapat berujung saling melukai satu dengan yang lain. Seringkali kita lihat anjing jika sedang bercanda bisa saling menggigit yang berujung pada luka berdarah. Perumpamaan inilah yang digunakan dalam bahasa Duri untuk melarang seseorang atau anak-anak mereka agar ketika bercanda kepada temannya selalu berhati-hati baik dalam ucapan maupun perilaku. Tujuannya agar bercandaan tersebut tidak berujung pada melukai orang lain baik secara fisik maupun batin. Artinya, setiap orang tua maupun anak-anak harus tahu batasan dalam bercanda. Tentunya, ini juga dapat menjaga keakraban dan persatuan bagi sesama manusia.

Yannamuane mahlembah, yanna baine mahtio’

Peribahasa ini mencerminkan adanya perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat suku Duri. Kurang lebih arti peribahasa ini adalah kalau laki-laki memikul dan perempuan menjinjing. Artinya, peran laki-laki lebih berat dalam kegiatan mencari penghidupan, bekerja di ladang dan sebagai pemimpin. Adapun peran perempuan yaitu mendukung laki-laki dan menjaga keturunan. Selain makna ini, peribahasa yanna muane mahlembah, yanna baine mahtio’ juga berisi pesan bahwa dalam pembagian harta warisan laki-laki selalu mendapatkan bagian dua kali lebih banyak dari perempuan. Penjelasan ini sesuai arti kata mahlembah yaitu memikul barang di depan dan belakang, sedangkan kata mahtio artinya menjinjing. Aturan ini sejalan dengan ajaran Islam yang banyak dianut oleh masyarakat suku Duri.

Mesa kada diputuo, pantang kada dipumate

Peribahasa ini sebenarnya berasal dari Tana Toraja, namun karena bahasa Toraja mirip dengan bahasa Duri, maka peribahasa ini juga sering diucapkan masyarakat tana Duri. Jika diterjemahkan, peribahasa ini kurang lebih berarti satu kata dipegang dalam kehidupan, takkan ditarik hingga mati. Maknanya adalah bepegang teguh pada keyakinan hingga mati. Bukan berarti keras kepala, tapi lebih ke arah bahwa orang yang tidak berpegang teguh pada keyakinan atau kepercayaannya akan mudah goyang dan terombang-ambing dalam menjalani kehidupan. Dia akan sulit untuk menemukan jalan hidupnya. Makanya masyarakat suku Duri seringkali memiliki pemikiran yang kuat tentang berbagai hal dalam hidupnya. Kurang lebih makna peribahasa ini sama dengan kalimat, “Aku tidak akan menarik kembali kata-kataku, itulah jalan ninjaku!” dalam anime Naruto. Sangat menginspirasi bukan?

Yanna tedong kalekehna ditoe, yanna tau kadanna ditoe

Peribahasa selanjutnya yaitu yanna tedong kalekehna ditoe, yanna tau kadanna ditoe yang jika diterjemahkan berarti jika kerbau talinya yang dipegang, jika manusia ucapannya dipegang. Berdasarkan arti, dapat mudah kita pahami bahwa peribahasa ini menjelaskan bahwa seorang manusia haruslah dapat dipegang janji atau ucapannya. Artinya seseorang harus menepati ucapan atau janjinya agar senantiasa dapat dipercaya. Seseorang yang tidak dapat dipegang ucapan atau janjinya menurut masyarakat suku Duri tidak dapat disebut manusia. Alasannya, karena bagi mereka manusia adalah yang dapat dipercaya ucapan dan janjinya. Kurang lebih makna dari peribahasa ini adalah kejujuran dan tanggung jawab yang harus dipegang teguh.

Anggimamma tuka allo, yarika na kabu allo

Terjemahan peribahasa ini yaitu jangan tidur menjelang siang dan menjelang malam. Larangan ini berkaitan dengan banyak hal seperti kehilangan kesadaran, badan lemah dan lesu serta kehilangan rezeki. Masyarakat tana Duri percaya bahwa tidur di sore hari atau menjelang Magrib dapat membuat seseorang linglung sejenak dan sulit membedakan sore dan pagi hari pada saat itu. Tidur di waktu ini kadang menyebabkan sulit tidur di malam hari dan melewatkan salat Magrib bahkan Isya. Adapun tidur menjelang siang dapat menyebabkan badan lesu dan lemah sehingga malas bekerja. Akibatnya rezeki dapat berkurang karena kerja yang malas-malasan. Maka dari itu, masyarakat suku Duri melarang siapa saja untuk tidur di dua waktu tersebut yaitu pagi menjelang siang dan sore menjelang malam. Belakangan larangan ini malah disebut pamali oleh orang-orang.

Yanna den madoang malambeh sunga', makassing-kassingki lako padanta' tau

Terakhir, peribahasa ini jika diterjemahkan berarti jika ingin panjang umur, berbuat baiklah kepada sesama manusia. Terdengar familiar memang, karena dalam ajaran Islam juga diperintahkan untuk berbuat baik kepada sesama manusia jika ingin panjang umur. Masyarakat suku Duri percaya bahwa berbuat baik kepada sesama manusia dapat membuat kita panjang umur. Mereka memahaminya dari kisah cerita rakyat tentang seorang anak soleh yang ditunda kematiannya oleh Puang’la Ta’ala (sebutan Allah SWT dalam bahasa Duri) selama 50 tahun karena rajin membantu orang lain sehingga banyak yang mendoakan agar anak itu panjang umurnya. Artinya, jika banyak berbuat baik maka pasti banyak pula orang yang mendoakan kebaikan kepada kita termasuk doa agar kita dipanjangkan umurnya. 

 

Posting Komentar untuk "Tidak seterkenal peribahasa Melayu, inilah peribahasa penuh makna dari bahasa Duri, Enrekang!"