Parakang: manusia jadi-jadian yang mengancam jiwa dari tana Sulawesi
![]() |
Canva |
Berkenalan dengan Parakang
Parakang
sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Sulawesi Selatan. Umumnya, parakang
digambarkan sebagai sosok seperti manusia, dengan badan licin seperti belut dan
kulit putih pucat. Namun, dalam mitos di daerah kami, wilayah Tana Duri, kabupaten
Enrekang, sosok ini dipercaya memiliki tiga varian atau level berbeda. Pertama,
sosok awal seperti manusia dengan pakaian serba putih dan kepala yang menyala
seperti senter. Kedua, digambarkan seperti manusia dengan sekujur tubuh yang
menyala seperti api, singkatnya mirip sekali dengan ghost rider.
Terakhir, sosoknya seperti nenek tua bungkuk bermata tajam dengan air liur yang
terus menetes. Bisa dibilang parakang akan berubah dari wujud pertama
hingga yang paling berbahaya (ketiga) tergantung dari umur atau jumlah nyawa
yang jadi korbannya. Ya, parakang senang mengambil korban manusia!
Asal Usul Parakang
Menurut kepercayaan turun temurun masyarakat Tana
Duri, parakang berasal dari manusia yang bersekutu dengan setan untuk
tujuan tertentu, kekayaan atau ilmu kebal misalnya. Namun, dalam prosesnya manusia
yang bersekutu dengan setan itu melanggar janjinya sehingga sebagai akibatnya setan
mengambil alih tubuhnya. Akhirnya, setiap kali setelah tengah malam orang
tersebut berubah wujudnya menjadi parakang dan keluar mencari makan
seperti bangkai atau hewan melata seperti ular. Bahkan, jika parakang
telah mencapai wujud terakhir atau ketiga, konon ia sering membunuh anak-anak
hanya dengan mengusapnya di bagian ubun-ubun. Anak-anak yang diusap parakang
biasanya akan deman tinggi selama seharian dan akan meninggal di malam harinya. (baca juga tentang mahluk mistis lainnya dari tana Duri, kabupaten Enrekang di sini)
Cara Menangkal Parakang
Seperti
halnya drakula yang dikenal takut bawang putih, parakang juga memiliki
kelemahan. Masyarakat Tana Duri percaya bahwa membakar daun jarak kering pada
malam hari dapat mencegah parakang berkeliaran di sekitar rumah. Selain
itu, parakang dikenal dapat dihadapi dengan memukulnya menggunakan sapu
lidi sebanyak tiga kali. Cara tersebut dinilai dapat membatalkan ilmu sihir
dalam diri parakang sehingga dapat mengembalikannya ke wujud manusia.
Bahkan, konon katanya parakang yang terkena pukulan sapu lidi sebanyak
tiga kali tidak hanya akan kembali ke wujud manusianya, tetapi juga akan mati
beberapa hari setelahnya.
Kisah Kami Bertemu Parakang
Saat itu tahun 2004, gala kolosal Misteri Gunung
Merapi sedang seru-serunya di layar kaca. Saya bersama ibu, kakak dan adik sedang
menumpang nonton TV di rumah tetangga yang juga merupakan paman saya. Maklum,
saat itu di dusun kami hanya paman saya yang memiliki TV. Tepat menjelang
tengah malam, tiba-tiba listrik padam dan keadaan menjadi gelap gulita. Memang
sudah sering terjadi khususnya di kampung kami yang terpencil. Kami pun
terpaksa menunggu listrik menyala sambil menikmati jagung rebus hasil panen paman
saya. Tak lupa, pelita kecil berbahan bakar minyak tanah kami nyalakan sebagai alat
penerangan.
Hingga lewat tengah malam listrik tak kunjung juga
menyala. Kami pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Meskipun masih
tetangga, sebenarnya rumah kami terpaut dua rumah dari rumah paman saya. Jadi,
untuk pulang kami harus berjalan cukup jauh melewati dua rumah tetangga. Persis
setelah melewati rumah tetangga yang pertama, ibu saya tiba-tiba berhenti di
tengah jalan setapak. Ia memandang ke arah sebuah sumur tua yang tak jauh dari
jalan yang kami lalui. Sumur itu sudah tak terpakai namun juga tak pernah terdengar
angker atau menakutkan di dusun kami. (baca juga tentang peribahasa dalam bahasa Duri, Enrekang di sini)
Ibu saya memandangi sumur tua di dusun kami itu dengan
curiga. Ia berkata pada saya kalau di sana ada orang yang membawa senter.
Namun, setelah diperhatikan dengan saksama, orang yang dimaksud itu terlihat
aneh. Sosoknya seperti manusia berpakaian serba putih dengan kepala yang
mengeluarkan cahaya yang sangat terang. Membuat mata sakit ketika mencoba
melihatnya. Mungkin, pembaca saat ini mengira bahwa sosok yang saya maksud bisa
saja adalah orang yang memakai senter kepala LED berwarna putih. Ohhh, maaf!
Saya harus mengatakan bahwa pemikiran ini masuk akal namun keliru. Saat itu di
kampung kami yang terpencil belum dikenal senter lampu LED dengan pengikat
kepala. Satu-satunya jenis senter yang kami kenal saat itu adalah senter
alumunium berlampu pijar dengan batu baterai besar berjumlah dua sebagai sumber
listriknya.
Setelah sadar bahwa sosok yang kami lihat itu adalah parakang,
mahluk yang telah banyak diceritakan di kampung kami secara turun temurun, ibu
saya dengan sigap menggendong adik saya dan menyuruh saya dan kakak berlari
menuju rumah. Menurut penuturannya, saat akan berlari dirinya sempat menengok
kembali ke arah belakang. Ibu saya sangat kaget sekaligus ketakutan karena
dalam hitungan detik sosok itu sudah berada hanya beberapa meter dari kami.
Padahal jarak sumur tua dengan jalan setapak yang kami lewati sekitar 300 meter
jauhnya. Jarak itu tak mungkin ditempuh hanya hitungan detik oleh orang biasa,
apalagi dengan banyaknya pohon salak yang mengelilingi sumur tua tersebut.
Keesokan harinya, beberapa tetangga yang tinggal paling dekat dengan sumur tua itu
mengatakan bahwa air ikan untuk lauk mereka menghilang begitu saja dari panci
di dapur. Sesepuh desa menjelaskan, kalau parakang sebenarnya menyenangi
bau amis dari ikan yang dimasak.
Parakang
di Masa Kini
Hingga
kini kabar parakang yang menampakkan dirinya masih sering terdengar di
beberapa wilayah Sulawesi Selatan. Deskripsi sosoknya memang berbeda di setiap
daerah, namun sebutannya sama yaitu parakang. Parakang kini telah
menjelma menjadi urban legend yang amat terkenal. Bahkan, legenda parakang
telah di adaptasi menjadi film dengan judul Parakang: Manusia
Jadi-Jadian yang disutradarai oleh Abdul Rodjak. Film ini diproduksi oleh 786
Production dan Artalenta Media Sinema serta tayang secara perdana pada tahun
2017. Bagaimana, kamu tertarik nonton filmnya?